About me


Full-timeArtTeacher
JapaneseAddict
Rockaholic
PostmodernChristian
Home-madePhilosopher
MangaIllustrator
GraphicDesigner
Musician
Skeptic
Rn'BLoather
Sarcastic
NegativeThinking
Pessimistic
OverdosageMelancholic
DragonBallFreak
OnePieceLover
OutcastsCommunity
Procastinator
MathsHater
SupermanWannabe
Part-timeWriter
AlexRossAdmirer
SpencerBurkeFan
EmoPoser
LousyPoet


 

Friendster
krizmas[at]hotmail


MSN Messenger

kriz182[at]hotmail


Yahoo Messenger
ronalkrizmas

    

Sunday, August 14, 2005

Stretching My Hand



Kemaren ini iseng-iseng nggambar di skul pas lagi ga ada kerjaan, eh lumayan juga jadinya hehehe.. Pencil on BC, edited in Photoshop.

~

Sebuah artikel yang cukup panjang dalam rangka memperingati 60 tahun Dirgahayu Indonesia.

There's Something In The Closet
Sebuah tulisan tidak berguna oleh Ronal Krizmas

Mr. Guo Peng (baca: kwo-penk) adalah teman kerja saya. Beliau berumur 24 tahun, berasal dari dataran China dan baru pertama kali menginjakan kakinya di negeri ini sejak Juli 2004 karena di kontrak oleh sekolah tempat kami bekerja untuk mengajar bahasa Mandarin. Karena saya tidak dapat berbicara bahasa Mandarin, cara beliau berkomunikasi dengan saya adalah lewat bahasa Inggris yang tidak begitu lancar dan sedikit sekali bahasa Indonesia.

Saya ingat waktu itu kami sedang makan siang di ruang makan guru dan seperti biasa kami pun bercakap-cakap. Saya banyak bertanya mengenai pendapatnya tentang negeri saya tercinta ini dan beliau pun menjawab dengan antusias. Ketika saya bertanya sudah kemana sajakah beliau selama di Jakarta, jawabnya, "I don’t go out very often, it's not safe."

Saya cukup terkejut dengan jawaban tersebut mengingat Mr. Guo Peng adalah seorang pendatang baru di Jakarta, bagaimana mungkin beliau bisa mendapatkan image seperti itu? Apakah masalah kemanan di Indonesia sudah sebegitu tenarnya sampai ke negeri Tirai Bambu? Atau ada oknum-oknum lain yang 'mengindoktrinasi' beliau dengan paradigma "It's not safe here in Jakarta"?

Saya tidak bertanya lebih lanjut mengenai keterkejutan saya itu. Yang saya lakukan adalah saya mencoba meyakinkan bahwa itu hanyalah mitos belaka dan saya bercerita bagaimana saya sering sekali bepergian hingga lewat tengah malam hanya dengan mengendarai sepeda motor dan tidak pernah terjadi suatu apapun yang tidak diinginkan. Yah, tentu saya cukup sering tertangkap razia polisi-polisi lapar 'uang lembur' yang berjaga-jaga di tempat-tempat yang tersembunyi karena membonceng teman saya yang tidak memakai helm, namun selain itu tidak pernah ada kejadian yang sampai membuat saya berpikir "It's not safe here in Jakarta". Dan Mr. Guo Peng cukup kaget dengan cerita saya. Tampaknya cerita saya berlainan sekali dengan apa yang beliau ketahui.

Dan saya yakin banyak orang Jakarta sendiri pun memiliki reaksi yang sama dengan Mr. Guo Peng karena paradigma "It's not safe here in Jakarta", atau lebih luas lagi "It's not safe here in Indonesia" sudah merasuk dan menyebar bagaikan racun yang menyerang setiap pembuluh darah masyarakat negeri ini, perlahan namun pasti membuat kita mati rasa dan membunuh harapan kita akan bangsa ini. Dan untuk itulah saya menulis artikel ini sebagai obat penawar bagi racun tersebut.

Saya adalah warga negara Indonesia keturunan Chinese, dan menurut paradigma yang mendarah daging di masyarakat kita, orang-orang dengan kulit lebih putih dan mata yang memandang dunia dengan separuh terbuka ini adalah orang-orang yang paling rentan dan menjadi objek kriminalitas paling empuk di negara ini. Karena selain tidak memiliki kekuatan publik, orang-orang ini juga dipandang dengan mata tertutup sebagai penyebab kecemburuan sosial. Namun tetap saja saya adalah orang yang mengatakan bahwa paradigma "It's not safe here in Indonesia" adalah mitos!

Ijinkan saya berbagi pengalaman dengan Anda.

Ketika itu gereja saya mengadakan retreat di kawasan Ciawi, dan karena berbenturan dengan jadwal ujian di kampus saya, saya tdak bisa ikut dengan rombongan dan harus menyusul ke sana sendirian, yah tidak sendirian sih, saya ditemani oleh dua orang teman saya yang juga keturunan Chinese (meskipun agak tidak enak didengar, tapi saya harus menekankan masalah keturunan Chinese ini untuk menjelaskan maksud saya).

Hari sudah malam ketika kami tiba di kawasan Ciawi, dan karena alamat yang diberikan kepada kami tidak jelas maka kami kesulitan untuk menemukan lokasi retret tersebut. Kami bertanya pada seorang ibu yang kebetulan satu arah dengan kami dan beliau berjanji akan menunjukkan jalannya. Seperti biasa, kawasan puncak dan sekitarnya di akhir minggu macet total. Dan kami harus berjalan kaki, bersama ibu tersebut. Kami menawarkan membawakan belanjaan ibu tersebut yang sangat banyak dan kelihatan berat sekali dan berjalan kaki bersama-sama. Sepanjang perjalanan kami bercakap-cakap mengenai banyak hal. Ketika tiba di rumah sang ibu, waktu sudah pukul 10 malam dan beliau menawarkan kami untuk bermalam dirumahnya dan baru berangkat keesokan paginya. Luar biasa! Menawarkan tempat bermalam untuk 3 orang keturunan Chinese yang tidak dikenal! Bukankah Indonesia harusnya adalah negara yang tidak aman dan penuh kecurigaan? Ada yang salah dengan ibu ini ataukah selama ini kita telah salah menerima bulat-bulat paradigma tersebut?

Tentu kami menolak dengan halus dan setelah cape memaksa akhirnya ibu itu pun memanggil tukang ojek kenalannya untuk mengantarkan kami ke lokasi retret. Setelah pamitan kami pun diantar dan akhirnya tiba di lokasi retret dengan selamat sentosa.

Itu adalah salah satu kisah yang tidak akan pernah saya lupakan. Belum lagi kisah-kisah lain yang tidak terhitung. Seperti puluhan kali saya bertanya tentang jalan pada sesama pengendara motor dan tanpa basa-basi mereka langsung menawarkan dan mengantarkan saya ke tempat yang saya tuju walaupun mereka harus memutar berlawanan dan menempuh jarak yang lebih jauh dari tujuan mereka.

Bagaimana teman saya mengalami kecelakaan kecil di tengah perjalanan akibat hujan deras, dan beberapa anak muda pribumi menolongnya tanpa basa-basi dan menolak ketika hendak diberi 'uang rokok'. Bagaimana ketika motor teman saya mogok ditengah jalan dan seorang penjaga warung rokok membantu teman saya itu mendorong motornya hingga sampai dirumah. Bagaimana seorang pekerja cleaning service di sekolah tempat saya bekerja membantu saya menyelesaikan pekerjaan hingga jam 2 dini hari secara sukarela, dan tidak mengeluh ketika hanya ditraktir Indomie rebus dan es teh manis di warung terdekat. Bagaimana seorang tukang palak akhirnya mengembalikan uang saya ketika saya mengatakan bahwa saya tidak punya ongkos untuk pulang apabila dia mengambil uang saya itu. Bagaimana seorang tukang parkir menolak diberi uang parkir hanya karena beliau tahu saya berasal dari daerah yang sama dengannya. Dan begitu banyak kisah lain yang dibiarkan tersembunyi dan berdebu di balik lemari bangsa ini yang dialami saya dan teman-teman yang kebanyakan adalah orang-orang keturunan Chinese. Bukankah Indonesia harusnya adalah negara yang tidak aman dan penuh kecurigaan? Ada yang salah dengan orang-orang tersebut ataukah selama ini kita telah salah menerima bulat-bulat paradigma tersebut?

Kriminalitas yang dieskpos secara brutal dan bertubi-tubi oleh media, nasihat-nasihat dari orang tua untuk tidak mempercayai orang-orang di luar sana, dan ditambah dengan cerita-cerita negatif yang membuat racun itu semakin membutakan mata kita. Kita terlalu banyak mendengar tentang hal-hal yang negatif tentang bangsa ini melebihi porsi yang seharusnya. Padahal di luar sana ada cerita-cerita positif yang memiliki porsi yang sama banyaknya dengan yang negatif. Hanya saja yang positif hampir tidak pernah diekspos. Apabila seseorang dirampok dan kendaraanya dibawa kabur di tengah jalan, keesokan harinya pasti muncul berita di surat kabar lokal "Dicegat di Jalan, Mobil Dibawa Kabur" namun apabila ada kecelakaan dan beberapa orang menolong korban tanpa pamrih, tidak akan pernah tertulis berita tersebut di mana pun. Sebuah ketidak seimbangan yang merugikan. Bagaikan orang lumpuh yang berjalan dengan tongkat di satu sisinya.

Masih ada begitu banyak kebaikan di Indonesia! Setiap senyuman hangat ibu-ibu penjaga warteg, teguran ramah tukang-tukang ojek dan sapaan akrab penjaga warung rokok, semuanya mengingatkan saya akan hal tersebut. Itu yang saya coba serukan lewat artikel ini. Saya tidak naif dan menutup mata serta berkhayal tentang dunia utopia yang hanya ada dalam angan, saya tidak menyangkali ada begitu banyak kejadian buruk terjadi di sini, namun setiap masyarakat memang memiliki masalah yang sama. Tidak semua orang baik namun juga tidak semua orang berniat jahat. Hanya saja menurut saya, sangat tidak bijaksana apabila kita terlalu berfokus pada hal-hal yang negatif lalu melupakan yang positif. Dunia tidak terdiri dari negatifitas saja, hidup tidak terdiri dari negatifitas saja, Indonesia tidak terdiri dari negatifitas saja, Jakarta tidak terdiri dari negatifitas saja. Indeed Indonesia is not a safe country, but it's also a very safe country at the same time.

Masih ada begitu banyak kebaikan di Indonesia! Daripada hanya mendengar dan membaca saja, Anda perlu keluar dan merasakannya sendiri.

closet:
1. A cabinet or enclosed recess for linens, household supplies, or clothing.
2. A small private chamber, as for study or prayer.
3. A water closet; a toilet.
4. A state of secrecy or cautious privacy
~ Dictionary.com.


Silakan log on ke sini kalau kamu ingin ikutan diskusi tentang hal ini.


  All design and piggies clay art done by Ronal Krizmas2005